KATA PENGANTAR
Tiada
kata yang paling indah, tiada sanjungan yang paling muliah, hanyalah Puji serta
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan rahmat dan
nikmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti seleksi Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama.
Tak lupa pula shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW
Pada kesempatan ini, saya sampaikan rasa terima kasih
yang setinggi-tingginya kepada Bapak Bupati Kepulauan Sula, Bapak Sekretaris
Daerah dan Panitia Seleksi PengisianJabatanPimpinanTinggiPratama Kabupaten Kepulauan Sula yang memberikan kesempatan
kepada saya untuk mengikuti Seleksi PengisianJabatanPimpinanTinggiPratama Kabupaten Kepulauan SulaTahun 2017.
Akhirnya
hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan, Amin.
|
Sanana, September 2017
( )
|
DAFTAR ISI
A. Latar
Belakang
B. Permasalahan
C. Tujuan
D. Pembahasan
E. Kesimpulan
dan Saran
F. Daftar
Pustaka
A.
LATAR
BELAKANG
Pelayanan publik merupakan tanggungjawab pemerintah baik
itu di pusat maupun daerah, sebagai implementasi
UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang memberikan kewenangan
yang lebih besar kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di tingkat
lokal. Pemerintah daerah berfungsi sebagai pelaksanaan pelayanan publik agar
lebih dekat kepada masyarakat.
Dewasa ini masyarakat semakin terbuka dalam memberikan
kritik pada pelayanan
publik. Oleh sebab itu substansi administrasi sangat berperan dalam
mengatur dan mengarahkan seluruh kegiatan organisasi pelayanan dalam mencapai tujuan. Salah satu bentuk pelayanan publik yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah
adalah pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Reformasi dibidang kesehatan dilaksanakan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan dan menjadikannya lebih efisien,
efektif serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Seperti yang tertuang dalam “tujuan pembangunan kesehatan”
yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal".
Seiring dengan perubahan paradigma dalam masyarakat,
maka meningkat pula kesadaran hidup sehat, keadaaan tersebut menyebabkan
tuntutan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diperoleh
dari tenaga kesehatan, kenyamanan yang berorientasi pada kepuasan konsumen. Ini berarti bahwa Pemerintah Kabupaten bertanggung
jawab sepenuhnya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat di wilayahnya, dengan memberikan pelayanan yang
memuaskan. Adapaun proses pelayanan
kesehatan dan kualitas pelayanan berkaitan dengan ketersediaan sarana kesehatan
yang terdiri dari pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas, Balai Pengobatan), pelayanan
rujukan (rumah sakit), ketersediaan tenaga kesehatan, peralatan dan
obat-obatan. Kinerja pelayanan
menyangkut hasil pekerjaan, kecepatan kerja, pekerjaan yang dilakukan sesuai
dengan harapan pelanngan, dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.
Pemerintah telah berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan dengan mendirikan Rumah Sakit
dan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) di seluruh wilayah Indonesia
Pembangunan
kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia, untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang,
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di
wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/ kota. Sedangkan
Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan
yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya
(Kemenkes RI, 2017).
Terdapat
tiga fungsi yang harus diperankan oleh Puskesmas, yaitu: Puskesmas merupakan
pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan. Puskesmas merupakan pusat
pemberdayaan masyarakat. Puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan strata
pertama, yang terdiri atas pelayanan kesehatan individu dan pelayanan kesehatan
masyarakat (Kemenkes RI, 2017).
Kegiatan gerakan masyarakat hidup sehat
meliputi
1.
Peningkatan edukasi
hidup sehat
2.
Peningkatan kualitas
lingkungan
3.
Peningkatan pencegahan
dan deteksi dini penyakit
4.
Penyediaan pangan sehat
dan percepatan perbaikan gizi
5.
Peningkatan perilaku
hidup sehat
6.
Peningkatan aktivitas
fisik
7.
Konsumsi sayur dan buah
8.
Memeriksa kesehatan
secara berkala
Upaya kesehatan tersebut
dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu (1) upaya kesehatan wajib dan (2)
upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global, serta mempunyai
daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan wajib ini harus
diselenggarakan oleh setiap Puskesmas. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
(1) Promosi Kesehatan, (2) Kesehatan Lingkungan, (3) Kesehatan Ibu dan Anak
serta Keluarga Berencana, (4) Perbaikan Gizi Masyarakat, (5) Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Menular dan (6) Pengobatan(Kementerian Kesehatan, 2011).
Perencanaan partisipatif dalam rangka pembinaan
kesehatan masyarakat desa/kelurahan, sudah berjalan baik dan rutin serta
terintegrasi dalam proses perencanaan pembangunan desa atau kelurahan dan
mekanisme Musrenbang. Kemitraan dan dukungan sumber daya serta sarana dari
pihak di luar pemerintah juga sudah tergalang dengan baik dan melembaga(Kementerian
Kesehatan, 2011).
B.
Permasalahan
1. Kurangnya
Sumber daya manusia kesehatan yang belum berkompeten (memiliki STR)
2. Kurangnya
pengetahuan masyarakat sehingga sulit mengubah perilaku
3. Kerjasama
lintas sektor masih kurang komunikatif dan sinergi
C.
Tujuan
1. Tujuan
Umum
Untuk mengikuti seleksi Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kabupaten Kepulauan Sula.
2. Tujuan
Khusus
ü Meningkatkan
Sumber daya manusia kesehatan yang berkompeten di bidangnya dengan memiliki
STR.
ü Mengubah
pola perilaku masyarakat dengan menggunakan pendekatan Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat (Germas) melalui Promosi Kesehatan.
ü Meningkatkan
kerjasama lintas sektor dengan melakukan advokasi secara terus menerus melalui
survei mawas diri (SMD) dan musyawarah masyarakat desa (MMD).
D. PEMBAHASAN
1. Analisis
Masalah
1.1 Sumber
Daya Manusia Kesehatan
Kelangkaan
tenaga kesehatan dokter untuk 12 Puskesmas, hanya terdapat 8 puskesmas yang
memiliki dokter (Puskesmas Waiboga/ PNS, Fuata/NS, Mangoli, Pohea, Sanana,
Falabisahaya, Dofa, dan Waitina adalah Kontrak Daerah). Namun tenaga lain
seperti apoteker/farmasi juga masih kurang karena hanya terdapat 2 apoteker
(PNS dan Nusantara Sehat).
Untuk
Kabupaten Kepulauan Sula, sesungguhnya Pemerintah Daerah melalui Dinas
Kesehatan telah menyiapkan anggaran guna mendatangkan tenaga dokter/dokter gigi
dengan melakukan penyebarluasan informasi sampai ke Kementerian Kesehatan.
Adapun
terkait dengan pengadaan sarana dan prasarana, Pemerintah Daerah melalui Dinas
Kesehatan telah melakukan pengadaan Mebeuler berupa sarana rumah dokter,
kendaraan dinas, fasilitas alat kesehatan. Namun yang terjadi adalah tidak
berminatnya tenaga-tenaga tersebut ke Kabupaten Kepulauan Sula.
Dilain
hal juga terdapat permasalahan Surat Tanda Registrasi yang sampai saat ini
menjadi momok bagi teman teman sejawat (Bidan, Perawat, Gizi, Kesehatan
Lingkungan). Karena tanpa adanya STR mereka tidak bisa melakukan tindakan
medis. Ujian kompetensi (KomPre) menjadi permasalahan yang mendasar karena
ujian tersebut menjadi langkah awal dalam proses pengusulan STR. Melalui
organisasi profesi (PPNI, IBI) melakukan advokasi dengan adanya pembinaan
terpadu (diskusi, sharing informasi)
1.2 Promosi Kesehatan
Dalam Pengelolaan Perubahan Perilaku
Di
Kabupaten Kepulauan Sula Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 3 Kasus Angka
Kematian Bayi (AKB) sebanyak 4 Kasus, dan
terdapat kunjungan Bumil K1 (524)
dan kunjungan Bumil K4 (414) di Posyandu/Puskesmas di Tahun 2017 (Data Komdat
April 2017). Hal ini sangat jauh dari target Kabupaten, dimana target kabupaten
untuk AKI dan AKB harus 0% dan kunjungan seharusnya ± K1 Dan K4 harus sama.
Penyebab utama dari hal tersebut
diatas, yaitu kurangnya pemahaman masyarakat dan pemanfaatan persalinan di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan menggunakan program Jampersal melalui
JKN/KIS dan Jamkesda. Bila ibu melakukan persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan ibu dan bayi akan ditolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten (telah
memiliki STR), ibu dan bayi mendapatkan penanganan segera jika sewaktu-waktu
terjadi komplikasi, bayi mendapatkan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan
imunisasi.
Pelayanan kesehatan neonatal esensial adalah pelayanan
pada bayi baru lahir yang diberikan segera setelah lahir, berupa insiasi
menyusi dini minimal 1 jam setelah lahir jika kondisi bayi stabil, menjaga bayi
tetap hangat pemberian suntikan vitamin K1, pemberian imunisasi hepatitis BO,
dan perawatan tali pusat.
Penyebarluasan informasi ini sudah dilakukan oleh kami
dalam hal ini Dinkes, namun dilapangan masih saja terdapat peningkatan kasus
AKI dan AKB serta kurangnya angka kunjungan K1/K4. Terkait dengan kurangnya
pemahaman masyarakat dan pemanfaatan persalinan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dengan menggunakan program Jampersal melalui JKN/KIS dan Jamkesda.
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi
promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari (1) pemberdayaan, yang didukung
oleh (2) bina suasana dan (3) advokasi, serta dilandasi oleh semangat (4)
kemitraan (Kementerian Kesehatan, 2011).
1.3 Menggunakan
Strategi Promosi Kesehatan
1.3.1 PEMBERDAYAAN
Dalam
upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat
penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah
proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien)
secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta
proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu
atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari
mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
Oleh sebab itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya dapat dibedakan adanya (a)
pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan keluarga dan (c) pemberdayaan
kelompok/masyarakat.
Dalam
mengupayakan agar klien tahu dan sadar, kuncinya terletak pada keberhasilan
membuat klien tersebut memahami bahwa sesuatu (misalnya Diare) adalah masalah
baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang klien yang bersangkutan belum
mengetahui dan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan masalah, maka klien
tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apa pun lebih lanjut. Saat
klien telah menyadari masalah yang dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan
informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang bersangkutan.
Perubahan
dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-fakta dan
mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan harapan bahwa
masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat dikemukakan fakta
yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan (misalnya tentang
seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya tak pernah terserang Diare
karena perilaku yang dipraktikkannya).
Bilamana
seorang individu atau sebuah keluarga sudah akan berpindah dari mau ke mampu
melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini
kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung. Tetapi yang
seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pemberdayaan
kelompok/masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat (community
organization) atau pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu,
sejumlah individu dan keluarga yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok
untuk bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini
pun masih juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari
dermawan).
Di
sinilah letak pentingya sinkronisasi promosi kesehatan dengan program kesehatan
yang didukungnya dan program-program sektor lain yang berkaitan. Hal-hal yang
akan diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan dan program lain
sebagai bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan
itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.
Pemberdayaan
akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan serta menggunakan
metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai lembaga-lembaga
swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan atau peduli terhadap
kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antara mereka maupun
antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat
berdayaguna dan berhasilguna. Setelah itu, sesuai ciri-ciri sasaran, situasi
dan kondisi, lalu ditetapkan, diadakan dan digunakan metode dan media
komunikasi yang tepat.
1.3.2 Bina Suasana
Bina
Suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu
anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang
akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana
pun ia berada (keluarga di rumah, organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/
karyawan, orang-orang yang menjadi panutan/idola, kelompok arisan, majelis
agama dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung
perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk memperkuat proses pemberdayaan,
khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau,
perlu dilakukan bina suasana.
Terdapat tiga kategori
proses bina suasana, yaitu (a) bina suasana individu, (b) bina suasana kelompok
dan (c) bina suasana publik.
Bina
suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh masyarakat. Dalam
kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi individu-individu panutan dalam hal
perilaku yang sedang diperkenalkan. Yaitu dengan mempraktikkan perilaku yang
sedang diperkenalkan tersebut (misalnya seorang kepala sekolah atau pemuka
agama yang tidak merokok). Lebih lanjut bahkan mereka juga bersedia menjadi
kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang
kondusif bagi perubahan perilaku individu.
Bina
suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti
pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), majelis pengajian,
perkumpulan seni, organisasi Profesi, organisasi Wanita, organisasi
Siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, serikat pekerja dan lain-lain. Bina suasana
ini dapat dilakukan bersama pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Dalam
kategori ini kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli terhadap
perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk
dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan
perilaku yang sedang diperkenalkan,
mengadvokasi pihak-pihak yang terkait dan atau melakukan kontrol sosial
terhadap individu-individu anggotanya.
Bina
suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui pengembangan kemitraan
dan pemanfaatan media-media komunikasi, seperti radio, televisi, koran,
majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum.
Dalam kategori ini media-media massa tersebut peduli dan mendukung perilaku
yang sedang diperkenalkan. Dengan demikian, maka media-media massa tersebut
lalu menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang perilaku yang
sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum atau opini publik yang
positif tentang perilaku tersebut. Suasana atau pendapat umum yang positif ini
akan dirasakan pula sebagai pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh
individu-individu anggota masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan
perilaku yang sedang diperkenalkan.
1.3.3
Advokasi
Advokasi
adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak
yang terkait ini berupa tokoh masyarakat (formal dan informal) yang umumnya
berperan sebagai narasumber (opinion leader), atau penentu kebijakan (norma)
atau penyandang dana. Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat dan media
massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana kondusif, opini publik dan
dorongan (pressure) bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya
untuk menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan PHBS
secara umum.
Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan
yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada
diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui
atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3)
peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif
pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah
satu alternatif pemecahan masalah dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
Dengan
demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat dan tepat.
Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu: Sesuai minat dan
perhatian sasaran advokasi Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan
masalah
Sebagaimana
pemberdayaan dan bina suasana, advokasi juga akan lebih efektif bila
dilaksanakan dengan prinsip kemitraan. Yaitu dengan membentuk jejaring advokasi
atau forum kerjasama. Dengan kerjasama, melalui pembagian tugas dan
saling-dukung, maka sasaran advokasi akan dapat diarahkan untuk sampai kepada
tujuan yang diharapkan. Sebagai konsekuensinya, metode dan media advokasi pun
harus ditentukan secara cermat, sehingga kerjasama dapat berjalan baik.
1.3.4
Kemitraan
Kemitraan
harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina suasana dan advokasi
guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan
perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang
terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat,
media massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip
dasar, yaitu (a) kesetaraan, (b) keterbukaan dan (c) saling menguntungkan.
2. Alternatif
Kebijakan
ü Melakukan
advokasi bersama Pemerintah Daerah melalui DPRD bersama dengan Dinas Kesehatan
ke Kementerian Kesehatan RI, sehingga di Tahun 2017 Kabupaten Kepulauan Sula
mendapatkan tenaga kesehatan melalui Program Presiden RI yaitu Program
Nusantara sehat
ü Anggaran
Dana Desa didalamnya terdapat 10% dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat
(pengkaderan posyandu, posbindu)
3. Rencana
Aksi
ü Melaksanakan
program Nawa Citapoint 5 (Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia)
melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), Akreditasi Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP), Biaya Operasional Kesehatan (BOK), Jaminan Kesehatan
Persalinan (Jampersal).
ü Melaksanakan
Visi Misi Bupati dan Wakil Bupati: Pemerataan tenaga kesehatan secara
menyeluruh (Pengangkatan Tenaga Kesehatan Daerah/ Honda)
ü Pengadaan
Public Safety Center (PSC) 119 sebagai kegiatan baru di Kabupaten Kepulauan
Sula
E.
Kesimpulan
dan Saran
1. Kesimpulan
ü Komptensi
dan kemampuan yang mumpuni di bidang masing-masing dapat menguatkan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Pelaksanaan honor daerah (Honda) menjawab terjadinya
resistensi tenaga kesehatan di 78 desa.
ü Advokasi
dan Konsulidasi dengan lintas sektor merupakan langkah konkret dari Dinas
Kesehatan ke SKPD terkait dengan melibatkan kepala desa, tokoh agama, tokoh
masyarakat, melalui pelaksanaan Pokjanal, Desa Siaga dan PLA Malaria.
ü Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas) melalui Promosi Kesehatan.Meningkatkan
kerjasama lintas sektor dengan melakukan survei mawas diri (SMD) dan musyawarah
masyarakat desa (MMD).
2. Saran
ü Nawa
Cita Presiden merupakan program Nasional yang harus didukung sepenuhnya oleh
Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan, butuh dukungan moril agar
pelaksanaannya dapat tercapai
ü Pembinaan,
komunikasi dan sinergitas mulai dari pemangku kebijakan sampai dengan
masyarakat harus terjalin secara terus-menerus agar program pemerintah daerah
(visi dan misi Bupati – Wakil Bupati) dapat terwujud
Daftar Pustaka
1. Buku
Panduan Rapat Kerja Kesehatan Nasional, Kementerian Kesehatan R.I, 2017.
2. Buku
Saku Pendekatan Keluarga Bagi Petugas Kesehatan, Kementerian Kesehatan R.I,
2017.
3. Promosi
Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan Panduan bagi Petugas Kesehatan di
Puskesmas, Kementerian Kesehatan R.I, 2011.
4. Profil
Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Sula, 2017