PEMBANGUNAN KESEHATAN
SISTEM KESEHATAN NASIONAL
(SKN)
Oleh :
Nama : Dahyar Masuku
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin
Makassar
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN)”
Kami menyadari bahwa didalam proses penulisan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
kami telah berupaya dengan segala kemampuan
dan pengetahuan yang kami miliki sehingga dapat selesai dengan baik, dan oleh
karena itu dengan rendah hati kami berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan,
saran dan kiritik yang sifatnya membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Makassar, 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul ............................................................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................................ ii
Daftar Isi ......................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ................................................................................................... 1
B. Permasalahan
................................................................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan ............................................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sistem Kesehatan Nasional
dan
Pembangunan Kesehatan ................................................................... 3
B. Perkembangan dan Masalah Sistem Kesehatan
Nasional ....................... 3
C. Perubahan Lingkungan Strategis
.............................................................. 9
D. Dasar
Pembangunan Kesehatan ............................................................. 10
E. Dasar
SKN .......................................................................................................... 12
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan
................................................................................................................ 16
Saran
............................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... .. 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut,
pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah,
berkesinambungan dan realistis sesuai pentahapannya.
Kesinambungan dan keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan
oleh tersedianya pedoman
penyelenggaraan pembangunan kesehatan baik berupa dokumen perencanaan maupun metode dan cara
penyelenggaraannya. Undang –Undang Nomor 17 tahun 2007, tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia. Di
dalamnya juga telah tercantum arah pembangunan kesehatan dalam 20 tahun
ke depan sampai dengan tahun 2025.
Pembangunan kesehatan yang
dilaksanakan dalam dasawarsa terakhir
masih menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi Untuk itu diperlukan pemantapan dan percepatan melalui Sistem Kesehatan Nasional
sebagai
bentuk dan cara
penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang disertai
berbagai terobosan penting, seperti: pengembangan Desa Siaga, Jaminan Kesehatan Masyarakat, serta Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).
ditandai dengan penyelenggaraan
kepemerintahan, seperti : Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, Undang-
undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
SKN pada hakekatnya merupakan bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan
kesehatan, penting untuk
dimutakhirkan menjadi SKN 2009 agar dapat
mengantisipasi berbagai tantangan perubahan pembangunan kesehatan dewasa ini dan di masa depan.
Dalam mengantisipasi ini, perlu mengacu
terutama pada arah, dasar,
dan strategi pembangunan kesehatan yang
ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun
2005-2025
dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Bidang Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025.
B.
PERMASALAHAN
Dari
penjelasan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pada
makalah ini adalah:
A.
Pengertian Sistem Kesehatan Nasional dan
Pembangunan Kesehatan
B.
Perkembangan
dan Masalah Sistem Kesehatan Nasional
C.
Perubahan
Lingkungan Strategis
D.
Dasar Pembangunan Kesehatan
E.
Dasar SKN
C.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini
adalah :
1.
Mengetahui Pengertian Sistem Kesehatan Nasional dan
Pembangunan Kesehatan
2.
Mengetahui Perkembangan dan Masalah Sistem Kesehatan
Nasional
3.
Mengetahui Perubahan Lingkungan
Strategis
4.
Mengetahui Dasar Pembangunan
Kesehatan
5.
Mengetahui Dasar SKN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
SKN DAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Sistem Kesehatan Nasional adalah bentuk
dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan
yang
memadukan berbagai upaya bangsa
Indonesia
dalam
satu derap langkah guna menjamin
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan
dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat
sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan berdasarkan pada: 1)
Perikemanusiaan, 2) Pemberdayaan dan kemandirian,
3) Adil dan merata, serta 4)
Pengutamaan dan manfaat.
Sistem Kesehatan
Nasional perlu dilaksanakan dalam
konteks Pembangunan Kesehatan secara keseluruhan dengan
mempertimbangkan determinan sosial,
seperti: kondisi kehidupan
sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber daya,
kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah
tersebut.
B.
PERKEMBANGAN DAN MASALAH SISTEM
KESEHATAN NASIONAL
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Kinerja
sistem
kesehatan
telah
menunjukkan peningkatan, antara lain ditunjukkan dengan peningkatan status kesehatan, yaitu: penurunan Angka
Kematian Bayi (AKB) dari 46 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun
1997 menjadi 34 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI 2007). Angka Kematian Ibu (AKI)
juga mengalami penurunan dari 318 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi
228 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2007 (SDKI,
2007).
Sejalan
dengan
penurunan angka kematian bayi, Umur Harapan Hidup (UHH) meningkat
dari 68,6 tahun pada
tahun 2004 menjadi 70,5
tahun pada tahun 2007. Demikian
pula telah terjadi penurunan prevalensi kekurangan gizi pada balita dari 29,5% pada akhir tahun 1997 menjadi sebesar 18,4%
pada tahun 2007 (Riskesdas, 2007). Namun penurunan indikator kesehatan masyarakat tersebut masih belum
seperti yang diharapkan.Upaya percepatan pencapaian
indikator kesehatan dalam lingkungan strategis
baru, harus terus diupayakan dengan
perbaikan Sistem Kesehatan Nasional.
1.
Upaya Kesehatan
Akses
pada pelayanan kesehatan secara nasional mengalami peningkatan, dalam kaitan ini akses rumah tangga yang dapat menjangkau sarana kesehatan ≤ 30 menit
sebesar 90,7% dan akses rumah tangga
yang berada ≤ 5 km dari sarana kesehatan sebesar 94,1% (Riskesdas, 2007). Peningkatan jumlah
Puskesmas ditandai dengan peningkatan rasio Puskesmas dari 3,46
per
100.000
penduduk
pada tahun 2003 menjadi 3,65 per 100.000
pada
tahun
2007 (Profil Kesehatan, 2007). Namun pada daerah
terpencil, tertinggal, perbatasan, serta
pulau-pulau
kecil terdepan dan terluar masih rendah.
Jarak fasilitas pelayanan yang jauh disertai distribusi tenaga kese-
hatan yang
tidak
merata
dan
pelayanan
kesehatan yang mahal menyebabkan rendahnya
aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
penduduk meningkat dari 15,1% pada
tahun 1996 menjadi 33,7% pada tahun 2006. Begitupula
kunjungan baru (contact rate) ke
fasilitas pelayanan kesehatan meningkat dari 34,4%
pada
tahun
2005
menjadi 41,8% pada tahun 2007. Disamping
itu, jumlah
masyarakat yang mencari
pengobatan sendiri sebesar 45% dan yang tidak berobat sama sekali
sebesar 13,3% (2007).
Secara keseluruhan, kesehatan ibu membaik
dengan turunnya AKI, pertolongan persalinan oleh
tenaga
kesehatan meningkat 20% dalam
kurun
10
tahun,
peningkatan yang besar
terutama di daerah perdesaan,
sementara persalinan di fasilitas kesehatan meningkat
dari
24,3%
pada
tahun
1997
menjadi 46% pada tahun 2007. Namun masih ditemui
disparitas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan cakupan imunisasi antar wilayah masih tinggi.Cakupan pemeriksaan kehamilan tertinggi 97,1%
dan terendah 67%, sementara
itu cakupan imunisasi lengkap tertinggi sebesar 73,9%
dan cakupan terendah
17,3% (Riskesdas, 2007).
Akses
terhadap
air
bersih
sebesar 57,7% rumah tangga dan sebesar 63,5% rumah tangga
mempunyai akses pada sanitasi yang baik
(Riskesdas,
2007).
Pada tahun 2007, rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas buang air besar sebesar 24,8% dan yang tidak memiliki
saluran pembuangan
air
limbah sebesar 32,5%. Penyakit infeksi menular
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol, terutama: TB Paru, Malaria,
HIV/AIDS, DBD dan Diare. Selain itu
penyakit yang kurang mendapat
perhatian (neglected
diseases), seperti Filariasis, Kusta, Framboesia cenderung meningkat
kembali. Demikian pula penyakit Pes masih terdapat di berbagai
daerah. Namun demikian kontribusi penyakit menular terhadap kesakitan dan kematian semakin menurun. Hasil Riskesdas Tahun 2007 menunjukkan adanya peningkatan kasus
penyakit
tidak
menular
(seperti
penyakit kardiovaskuler
dan
kanker)
secara
cukup
bermakna, menjadikan Indonesia mempunyai
beban
ganda (double burden).
2.
Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan sudah semakin meningkat
dari tahun ke tahun.
Persentase pengeluaran nasional sektor kesehatan
pada
tahun
2005
adalah
sebesar
0,81% dari Produk Domestik Bruto
(PDB) meningkat pada tahun 2007 menjadi
1,09 % dari PDB, meskipun belum mencapai 5% dari
PDB
seperti
dianjurkan
WHO. Demikian
pula
dengan
anggaran
kesehatan,
pada tahun 2004 jumlah APBN kesehatan
adalah
sebesar Rp 5,54 Triliun meningkat menjadi
sebesar 18,75 Triliun pada tahun
2007,
namun
persentase
terhadap seluruh APBN belum
meningkat dan masih berkisar 2,6–2,8%. Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan terus meningkat.
Namun kontribusi pengeluaran pemerintah untuk kesehatan masih kecil,
yaitu 38% dari total pembiayaan kesehatan. Proporsi pembiayaan kesehatan
yang bersumber dari
pemerintah belum mengutamakan upaya
pencegahan dan promosi kesehatan. Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan
sekitar 46,5% dari keseluruhan penduduk pada tahun 2008 yang sebagian besar berasal
dari
bantuan
sosial untuk program jaminan kesehatan masyarakat miskin sebesar 76,4 juta jiwa atau 34,2%.
3.
Sumber
Daya Manusia Kesehatan
Upaya pemenuhan kebutuhan Sumber
Daya Manusia (SDM)
Kesehatan belum memadai,
baik jumlah, jenis, maupun kualitas tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Selain itu, distribusi tenaga kesehatan masih belum
merata. Jumlah
dokter
Indonesia
masih
termasuk
rendah, yaitu 19 per 100.000 penduduk bila dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, seperti Filipina 58 per 100.000
penduduk dan Malaysia 70 per
100.000 pada tahun 2007. Masalah strategis
SDM
Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah:
a. Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan
SDM untuk pembangunan kesehatan;
b. Perencanaan
kebijakan dan program SDM Kesehatan masih lemah dan belum didukung sistem informasi SDM Kesehatan yang memadai;
c. Masih
kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan
berbagai jenis SDM Kesehatan. Kualitas
hasil pendidikan SDM Kesehatan
dan pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum
memadai;
d. Dalam pendayagunaan SDM Kesehatan,
pemerataan SDM Kesehatan berkualitas masih
kurang. Pengembangan karier,
sistem penghargaan, dan sanksi belum
sebagaimana
mestinya.
Regulasi untuk mendukung SDM Kesehatan
masih
terbatas;
serta
e. Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan
serta dukungan sumber daya SDM Kesehatan masih kurang.
4.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi
domestik, sementara itu bahan baku impor mencapai
85% dari kebutuhan. Di Indonesia terdapat
9.600 jenis tanaman berpotensi
mempunyai efek pengobatan, dan baru
300 jenis tanaman
yang telah digunakan
sebagai bahan baku. Upaya
perlindungan masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan,
dan
makanan telah
dilakukan secara
komprehensif. Sementara itu pemerintah telah berusaha untuk menurunkanbharga obat,
namun masih banyak kendala yang dihadapi. Penggunaan obat rasional
belum
dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, masih banyak pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan formularium.
Daftar
Obat
Esensial Nasional
(DOEN)
digunakan
sebagai dasar penyediaan obat di
pelayanan kesehatan publik. Daftar Obat Esensial Nasional tersebut telah disusun sejak tahun 1980 dan direvisi secara
berkala sampai tahun 2008. Lebih dari 90% obat yang diresepkan di Puskesmas merupakan obat esensial
generik. Namun
tidak diikuti oleh
sarana pelayanan kesehatan lainnya, seperti:
di rumah sakit pemerintah kurang dari 76%, rumah sakit swasta 49%, dan apotek
kurang
dari
47%.
Hal
ini
menunjukkan bahwa konsep obat esensial
generik
belum sepenuhnya diterapkan.
5.
Manajemen dan Informasi Kesehatan
Perencanaan pembangunan kesehatan antara Pusat
dan Daera belum sinkron Begitu pula dengan
perencanaan jangka panjang/menengah masih
belum menjadi acuan dalam menyusun perencanaan jangka pendek. Demikian juga dengan banyak kebijakan yang
belum disusun
berbasis
bukti dan belum bersinergi baik perencanaan di tingkat Pusat dan atau di tingkat Daerah. Sistem informasi kesehatan
menjadi lemah setelah menerapkan kebijakan desentralisasi. Data dan informasi kesehatan untuk perencanaan tidak tersedia
tepat waktu. Sistem Informasi
Kesehatan
Nasional (Siknas)yang berbasis fasilitas sudah mencapai tingkat kabupaten/kota
namun belum dimanfaatkan. Hasil penelitian kesehatan
belum banyak dimanfaatkan sebagai dasar perumusan kebijakan
dan perencanaan program. Surveilans belum dilaksanakan
secara menyeluruh. Hukum kesehatan belum tertata secara sistematis
dan belum mendukung pembangunan kesehatan secara utuh. Regulasi
bidang kesehatan pada saat ini belum
cukup, baik jumlah, jenis, maupun efektifitasnya. Pemerintah belum sepenuhnya dapat menyeleng-garakan pembangunan kesehatan
yang efektif, efisien, dan bermutu sesuai dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good
governance).
6.
Pemberdayaan Masyarakat
Rumah tangga yang telah
melaksanakan
perilaku
hidup bersih dan sehat meningkat
dari
27%
pada
tahun 2005 menjadi 36,3% pada tahun 2007, namun
masih jauh dari sasaran
yang harus dicapai
pada
tahun 2009, yakni dengan target 60%. Jumlah UKBM, seperti Posyandu dan Poskesdes
semakin meningkat, tetapi pemanfaatan dan kualitasnya masih rendah. Hingga
tahun 2008 sudah terbentuk 47.111 Desa Siaga dimana terdapat 47.111 buah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat lainnya yang
terus
berkembang pada tahun 2008 adalah Posyandu yang telah
berjumlah 269.202 buah dan 967 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). Di samping itu, Pemerintah
telah memberikan pula bantuan
stimulan untuk pengembangan 229 Musholla
Sehat. Sampai dewasa ini dirasakan bahwa
masyarakat masih lebih
banyak sebagai objek dari pada sebagai subjek pembangunan kesehatan. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa alasan utama rumah tangga tidak memanfaatkan
Posyandu/Poskesdes walaupun sebenarnya
memerlukan adalah karena: pelayanannya tidak
lengkap (49,6%), lokasinya jauh (26%), dan tidak
ada Posyandu/Poskesdes (24%).
C.
PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Perkembangan global, regional,
dan nasional yang dinamis akan mempengaruhi pembangunan suatu negara, termasuk pembangunan kesehatannya. Hal ini merupakan
faktor eksternal utama yang mempengaruhi proses pembangunan kesehatan. Faktor lingkungan strategis dapat dibedakan atas tatanan global, regional, nasional, dan lokal, serta
dapat dijadikan peluang atau
kendala bagi sistem kesehatan di Indonesia.
1.
Tingkat Global dan Regional
Globalisasi
merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup ekonomi,
politik, sosial, budaya, teknologi, dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi, dan transportasi
yang mempunyai konsekuensi pada fungsi suatu negara dalam
sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan pembangunan kesehatan, yang sampai saat ini belum
sepenuhnya dilakukan persiapan dan langkah-langkah
yang menjadikan
peluang
dan mengurangi dampak yang merugikan,
sehingga mengharuskan adanya suatu sistem kesehatan yang responsif. Komitmen
Internasional, seperti : MDGs, adaptasi perubahan iklim (climate
change), ASEAN Charter, jejaring riset
Asia
Pasifik,
serta
komitmen
Nasional,
seperti revitalisasi pelayanan
kesehatan
dasar
dan
pengarus-utamaan gender,
perlu
menjadi
perhatian
dalam pembangunan kesehatan.
2.
Tingkat Nasional
dan Lokal
Pada tingkat
nasional terjadi proses
politik, seperti
desentralisasi, demokratisasi, dan
politik kesehatan yang berdampak
pada pembangunan kesehatan, sebagai contoh: banyaknya peserta Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) yang menggunakan isu kesehatan sebagai janji politik. Proses
desentralisasi yang semula diharapkan mampu memberdayakan daerah dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, namun dalam kenyataannya belum
sepenuhnya berjalan dan bahkan memunculkan euforia di daerah yang mengakibatkan
pembangunan kesehatan terkendala. Secara geografis, sebagian besar wilayah Indonesia
rawan bencana, di sisi lain situasi
sosial politik yang berkembang sering menimbulkan konflik sosial yang pada
akhirnya memunculkan berbagai masalah kesehatan, termasuk akibat pembangunan
yang tidak berwawasan kesehatan yang memerlukan upaya pemecahan melalui berbagai
terobosan dan pendekatan. Perangkat
regulasi dan hukum
yang terkait dengan kesehatan masih belum memadai,
sementara itu kesadaran hukum masyarakat
masih rendah, dan masih
lemahnya penegakan hukum menyebabkan berbagai hambatan dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai terobosan/ pendekatan
terutama pemberdayaan masyarakat dalam
pembangunan kesehatan yang memberikan
penguatan kapasitas dan surveilans berbasis
masyarakat, diantaranya melalui pengembangan Desa Siaga. Di bidang lingkungan,
mekanisme mitigasi serta adaptasi dan pengenalan resiko akan perubahan iklim
menuntut kegiatan kerjasama antara pihak lingkungan dengan pihak kesehatan dan
seluruh sektor terkait.
D.
DASAR PEMBANGUNAN KESEHATAN
Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025, pembangunan kesehatan
diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
Dalam Undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mendasarkan pada :
1.
Perikemanusian
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip perikemanusiaan yang dijiwai,
digerakan
dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
Tenaga
kesehatan perlu
berbudi luhur, memegang teguh
etika
profesi,
dan
selalu menerapkan prinsip perikemanusiaan
dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
2.
Pemberdayaan dan Kemandirian
Setiap orang dan
masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban, dan bertanggung-jawab
untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Pembangunan kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong
peran
aktif
masyarakat. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada kepercayaan atas
kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian
bangsa dan semangat solidaritas sosial
serta gotong- royong.
3.
Adil dan Merata
Dalam
pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang suku, golongan, agama, dan status sosial ekonominya.
Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang,
serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
4.
Pengutamaan dan Manfaat
Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan perorangan
atau golongan. Upaya kesehatan yang
bermutu diselenggarakan dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta harus lebih mengutamakan pendekatan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan diselenggarakan berlandaskan pada dasar kemitraan atau sinergisme yang dinamis dan tata penyelenggaraan
yang
baik,
sehingga secara berhasil guna dan bertahap
dapat
memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, beserta lingkungannya. Pembangunan kesehatan
diarahkan agar memberikan
perhatian khusus pada penduduk rentan,
antara lain: ibu, bayi, anak, manusia
usia lanjut, dan masyarakat
miskin.
Perlu diupayakan pembangunan
kesehatan secara terintegrasi antara Pusat
dan Daerah dengan mengedepankan nilai-nilai pembangunan kesehatan, yaitu:
a. Berpihak pada Rakyat,
b. Bertindak Cepat dan Tepat,
c. Kerjasama Tim,
d. Integritas yang Tinggi,dan
e. Transparansi serta Akuntabilitas.
E.
DASAR SKN
Dalam penyelenggaraan, SKN perlu mengacu pada dasar- dasar sebagai berikut:
1.
Hak Asasi Manusia (HAM)
Sesuai dengan tujuan
pembangunan nasional dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu untuk
meningkatkan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat, maka setiap
penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia. Undang-
undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 antara lain
menggariskan bahwa setiap rakyat berhak atas pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
tanpa
membedakan suku, golongan,
agama, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi. Setiap anak dan perempuan
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2.
Sinergisme dan Kemitraan yang Dinamis
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk
mencapai tujuannya apabila terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi,
dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem
SKN, maupun dengan sistem serta subsistem
lain di luar
SKN. Dengan tatanan ini, maka
sistem atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan prasarana, keuangan dan pendidikan perlu
berperan bersama dengan
sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional. Pembangunan kesehatan harus
diselenggarakan dengan menggalang
kemitraan yang dinamis
dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan
mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Kemitraan tersebut diwujudkan
dengan mengembangkan jejaring yang berhasil guna dan berdaya
guna, agar diperoleh
sinergisme yang lebih mantap
dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
3.
Komitmen dan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Agar SKN berfungsi
baik, diperlukan komitmen
yang tinggi, dukungan, dan kerjasama yang baik dari para
pelaku untuk menghasilkan tata
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (good
governance). Pembangunan kesehatan
diselenggarakan secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparan), rasional, profesional, serta
bertanggung-jawab dan bertanggung-gugat (akuntabel).
4.
Dukungan Regulasi
Dalam menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa adanya
berbagai peraturan perundangan yang mendukung penyelenggaraan SKN dan penerapannya (law
enforcement).
5.
Antisipatif dan Pro Aktif
Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus mampu melakukan antisipasi atas perubahan yang akan terjadi, yang di dasarkan pada pengalaman masa lalu
atau pengalaman yang terjadi di negara lain. Dengan
mengacu pada antisipasi
tersebut, pelaku pembangunan kesehatan perlu
lebih proaktif terhadap perubahan lingkungan
strategis baik yang
bersifat
internal maupun eksternal.
6.
Responsif Gender
Dalam penyelenggaraan SKN, setiap penyusunan rencana kebijakan
dan program serta dalam pelaksanaan program kesehatan
harus menerapkan kesetaraan dan keadilan gender.
Kesetaraan gender
dalam pembangunan kesehatan adalah kesamaan
kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan
dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan
dan
berpartisipasi
dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta
kesamaan dalam memperoleh manfaat pembangunan kesehatan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk
menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan dalam pembangunan kesehatan.
7.
Kearifan Lokal
Penyelenggaraan SKN di daerah harus memperhatikan
dan menggunakan potensi
daerah yang secara positif dapat meningkatkan hasil guna dan
daya guna pembangunan kesehatan, yang dapat diukur secara kuantitatif dari meningkatnya peran serta masyarakat dan secara kualitatif dari meningkatnya kualitas hidup jasmani
dan rohani. Dengan demikian kebijakan
pembangunan daerah di bidang kesehatan harus
sejalan dengan SKN, walaupun dalam
prakteknya,
dapat disesuaikan dengan
potensi dan kondisi
serta kebutuhan masyarakat di daerah
terutama dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi rakyat.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Sistem Kesehatan Nasional adalah bentuk
dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan
yang
memadukan berbagai upaya bangsa
Indonesia
dalam
satu derap langkah guna menjamin
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan
dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat
sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
2.
Pembangunan
kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yangsetinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan
berdasarkan pada : 1) Perikemanusiaan, 2)
Pemberdayaan dan kemandirian, 3) Adil dan merata,
serta 4) Pengutamaan dan
manfaat
3.
Dasar
Pembangunan Kesehatan Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025
B.
SARAN
Jika
ada kesalahan dan kekeliruan pada makalah ini maka kami mohon kritik maupun saran yang sifatnya
membangun dari pembaca demi kesempurnaan kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
file:///D:/APK/SISTEM-KESEHATAN-NASIONAL.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar