Sabtu, 21 April 2012

PENGADAAN OBAT DI GUDANG FARMASI DINAS KESEHATAN


MAKALAH   MANAJEMEN  LOGISTIK

PENGADAAN OBAT DI GUDANG FARMASI
DINAS KESEHATAN








Disusun Oleh :
Nama                         : Dahyar Masuku               


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin
Makassar
2012



KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat hidayah dan karunia-Nya, kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul PENGADAAN OBAT DI GUDANG FARMASI DINAS KESEHATAN dapat  diselesaikan  sesuai dengan rencana.

Saya menyadari bahwa di dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,  saya telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki sehingga dapat selesai dengan baik, dan oleh karena itu dengan rendah hati, saya berharap kepada pembaca yang budiman untuk memberikan masukan, saran dan kiritik yang sifatnya membangun guna penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
                                                           



Makassar,                2012


Penulis




DAFTAR ISI


Halaman Judul  ............................................................................................................. i
Kata Pengantar  ............................................................................................................ ii
Daftar Isi  ......................................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang ...................................................................................................   1
B.     Permasalahan ...................................................................................................   2
C.    Tujuan Penulisan  ............................................................................................   3    

BAB II. PEMBAHASAN
A.     Pembagian tugas dan fungsi Gudang Farmasi .......................................       4
B.     Landasan kebijakan dan strategi .............................................................          7
C.    Pokok-pokok dan langkah-langkah kebijakan .........................................       9
D.    Ketersediaan dan pemerataan obat ........................................................          10
E.     Keterjangkauan .......................................................................................             11
F.     Penggunaan obat yang rasional  ............................................................          12
G.    Pengawasan obat  ..................................................................................             13
H.    Pemantauan dan evaluasi ......................................................................           14

BAB III. PENUTUP
Kesimpulan  .............................................................................................................. . 16
Saran ..........................................................................................................................   16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... .   17

 BAB I
                                                    PENDAHULUAN                               

A.        LATAR BELAKANG

Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu dikelola dengan baik, efektif dan efisien. Tujuan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan adalah untuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dengan jenis dan jumlah yang cukup, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Oleh karena itu, pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota memegang peranan yang sangat penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat untuk pelayanan kesehatan dasar.

Dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota. Untuk Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) dengan segala implikasinya, minimal pengelolaan obat berjalan sebagaimana semula. Dalam  artian  ada  penanggung  jawab, personal terlatih, sistem pengelolaan obat dan juga sarana baik gedung, compute maupun kendaraan roda empat. Berbeda dengan Kabupaten/Kota yang melikuidasi Gudang Farmasi, kemungkinan pengelolaan obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif  besar, karena personal  terlatih di pindah tugaskan atau sarana diubah peruntukannya. Demikian pula halnya dengan mekanisme pengelolaan obat yang  telah  dibina  bertahun-tahun dirubah  tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Selain kemungkinan tersebut, ada alternatif lain yang bahkan menjadi lebih baik seperti : bila semula ada UPTD Farmasi dan  Gudang  Farmasi  dijadikan  satu  wadah,  sarana  (gedung  dsb), personal dan mekanisme pengelolaan obat, ada pelatihan lanjutan bagi petugas  terlatih  dan  sebagainya.  Adanya  Otonomi  daerah  membuka berbagai peluang terjadi perubahan yang sangat mendasar di masing- masing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat.


Pada era sentralisasi, jaminan mutu dilakukan oleh Badan POM sedangkan pada era desentralisasi jaminan mutu menjadi tanggung jawab Balai POM. Penjaminan mutu oleh Balai POM ditingkat kabupaten/kota belum sepenuhnya dilakukan. Monitoring dan supervisi pengelolaan obat dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Dinkes berperan ganda sebagai regulator dan operator pengelolaan obat sehingga monitoringnya belum sepenuhnya dilakukan. Diskusi Pemaparan dari Prof. Iwan memicu munculnya tanggapan dari peserta mengenaiseleksi obat dan peningkatan branded drugs

Proses pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pengadaan, penyimpanan, tahap distribusi dan tahap penggunaan (Quick et al., 1997). Pengadaan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat. Tujuan pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang diperlukan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, perencanaan yang merupakan salah satu fungsi dari pengelolaan obat harus dilaksanakan sebaik mungkin sehingga obat yang telah direncanakan sesuai dengan kebutuhan, tepat sasaran dan tepat guna. Untuk mendukung hal ini, perencanaan obat secara terpadu antara obat untuk pelayanan kesehatan dasar dengan obat program merupakan langkah yang harus dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam perencanaan dan pengadaan obat di sektor publik.




B.    PERMASALAHAN


Dari penjelasan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pada tugas ini adalah:

a.      Pembagian tugas dan fungsi Gudang Farmasi ?
b.      Landasan kebijakan dan strategi ?
c.      Pokok-pokok dan langkah-langkah kebijakan ?
d.      Ketersediaan dan pemerataan obat ?

e.      Keterjangkauan ?
f.       Penggunaan obat yang rasional ?
g.      Pengawasan obat ?
h.     Pemantauan dan evaluasi ?



C.    TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1.      Mengetahui Pembagian tugas dan fungsi Gudang Farmasi
2.      Mengetahui Landasan kebijakan dan strategi
3.      Mengetahui Pokok-pokok dan langkah-langkah kebijakan
4.      Mengetahui Ketersediaan dan pemerataan obat
5.      Mengetahui Keterjangkauan obat
6.      Mengetahui Sasaran dan Kebijakan Penggunaan obat yang rasional
7.      Mengetahui Sasaran dan Kebijakan Pengawasan obat
8.      Mengetahui Sasaran dan Kebijakan Pemantauan dan evaluasi
















BAB II
PEMBAHASAN

A.        Pembagian Tugas Dan Fungsi Gudang Farmasi


Keberadaan Gudang Farmasi di Kabupaten/Kota yang sifatnya seragam di seluruh Indonesia pada dasarnya untuk menjamin pengelolaan obat publik  dan  perbekalan  kesehatan  khususnya  dipelayanan  kesehatan dasar,  dapat  menjamin  ketersediaan  obat      dan  aksesibilitas  publik terhadap  obat.  Akan  tetapi  organisasi  yang  seragam  mungkin  di  era otonomi  daerah  dianggap  tidak  cocok  lagi  mengingat  masing-masing daerah mempunyai kebutuhan lokal spesifik yang berbeda antara satu Kabupaten/Kota dengan yang lainnya. Sehingga perubahan organisasi pengelolaan obat banyak dilakukan oleh masing-masing Kabupaten/Kota maupun Provinsi.

Kebutuhan  dimaksud  misalnya  adalah  pengelolaan  obat  publik  tidak hanya  mencakup  pelayanan  kesehatan  dasar  tetapi  termasuk  juga pelayanan rujukan. Disisi lain ada keterbatasan tenaga apoteker terlatih, sementara ada keinginan terciptanya pengelolaan obat yg efektif dan efisien. Maka pengembangan  organisasi membutuhkan cukup banyak apoteker  dan  asisten  apoteker.  Ditempat  lain  mungkin  keberadaan Gudang Farmasi sudah dianggap memadai untuk mengelola obat publik dan perbekalan kesehatan yang ada di wilayahnya.

Tugas Gudang Farmasi di Kabupaten / Kodya Yaitu melaksanakan pengelolaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam rangka pelayanan kesehatan,pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan kesehatan masyarakat di Kabupaten/ Kota madya sesuai dengan petunjuk Kakandepkes Kabupaten/Kodya.





1.     Fungsi Gudang Farmasi di Kabupaten/ Kodya:
a.      Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
b.      Melakukan penyiapan,penyusunan rencana,pencatatan dan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan obat,alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
c.      Melakukan pengamatan mutu dan khasiat obat secara umum baik yang ada dalam persedian maupun yang didistribusikan.
d.      Melakukan urusan tata usaha keuangan kepegawaian dan urusan dalam. GFK merupakan titik sentral pengelolaan obat di Daerah tingkat II. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisien pengelolaan obat diperlukan adanya koordinasi dengan unit-unit yang terkait langsung antara lain Pemda Dati II,Dinas Kesehatan Dati II,Kandep Trans,PHB Cabang.
2.     Manfaat
Ruang Lingkup Pengelolaan Obat di Kabupaten atau Dati II Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek perencanaan pengadaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusiaan dan penggunaan obat. Aspek Pengelolaan Obat meliputi:
a.      Perencanaan Pengadaan : meliputi kegiatan penentuan jenis perhitungan dan penetapan jumlah untuk setiap jenis obat yang akan disediakan dengan metode perhitungan yang akan telah ditetapkan.
b.      Pengadaan : meliputi perencanaan pengadaan, pelaksanaan pembelian,pemantauan status pesanan, pemeriksaan penerimaan dan pemeliharaan mutu obat.
c.      Distribusi : meliputi kegiatan pengendaliaan persediaan, penyimpanan, pengeluaran dan pengiriman obat.
d.      Penggunaan : meliputi peresepan, dispesing dan penerimaan pasien. Proses perencanaan pengadaan obat di Kabupaten/Kodya diawali di tingkat Puskesmas dengan menyiapkan dan menyediakan data yang diperlukan dan selanjutnya dikompilasi menjadi data Kab/Kodya dengan teknik perhitungan yang telah ditentukan.

3.     Dokumen-dokumen/ Formulir yang harus ada di Gudang Farmasi saat terjadi pengelolaan obat di Dati II sebagai berikut:
a.      Dokumen pada saat perencanaan pengadaan obat.
-      Formulir I :Kartu kompilasi pemakaian obat
-      Formulir II :Data 10 Penyakit terbesar
-      Formulir III :Lembar kerja perencanaan pengadaan obat
-      Formulir IV :Penyesuaian rencana pengadaan obat (untuk semua sumber anggaran)
b.      Dokumen pada saat pengadaan barang.
-      Formulir V :Berita acara pemeriksaan penerimaan obat.
-      Formulir Va :Lampiran berita acara pemeriksaan penerimaan obat.
-      Formulir VI :Buku harian penerimaan obat.
-      Formulir VII :Formulir realisasi pengadaan obat.
c.      Dokumen pada saat penyimpanan barang.
-      Formulir VIII :Kartu stok
-      Formulir IX :Kartu stok indukd. Dokumen pada saat distribusi obat.
-      Formulir X :Kartu rencana distribusi
-      Formulir XI :Buku harian pengeluaran obat
-      Formulir XII :Lembaran pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO)
-      Formulir XIII :Form surat kiriman obate. Dokumen pada saat pencatatan dan pelaporan.
-      Formulir XIV :Laporan mutasi obat
-      Formulir XV :Laporan kegiatan distribusi
-      Formulir XVI :Berita acara pencacahan akhir tahun anggaran
-      Formulir XVIa :Laporan pencacahan obat akhir tahun anggaran
-      Formulir XVII :Berita acara pemeriksaan/penelitian obat untuk dihapus
-      Formulir XVIIa : Lampiran laporan berita acara pemeriksaan / penelitian obat untuk dihapus.

4.     Tata cara Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi Kabupaten. Tahapan Kegiatan Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi Kabupaten meliputi:
a.      Perencanaan
b.      Pengadaan
c.      Penyimpanan
d.      Distribusi
e.      Pencatatan
f.       Penggunaan
g.      Penghapusan obat
(Manajemen farmasi kelas XII edisi 2009) Pengelolaan obat di gudang farmasi di tingkat kabupaten kota dilakukan sebagai berikut:
1.    Melakukan penerimaan,penyimpaan,pemeliharaan,dan pendistribusikan obat,alat kesehatan dan perbekalan farmasi
2.    Melakukan penyimpanan,penyusunan,rencana pencatatan dan pelaporan mengenai mengenai persediaan dan penggunaan obat,alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
3.    Melakukan pengamatan terhadap mutu dan khasiat obat secara umum dan baik yang ada dalam persediaan maupun yang akan didistribusikan.d. Melakukan urusan tata usaha,keuangan,kepegawaian dan urusan dalam. (undang-undang kesehatan jilid 1kelas 1)

B.        LANDASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI

1.     Landasan Kebijakan
Untuk mencapai tujuan KONAS ditetapkan landasan kebijakan yang merupakan penjabaran dari prinsip dasar SKN, yaitu :
a.      Obat harus diperlakukan sebagai komponen yang tidak tergantikan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Dalam kaitan ini aspek teknologi dan ekonomi harus diselaraskan dengan aspek sosial dan ekonomi.
b.      Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat esensial yang dibutuhkan masyarakat.

c.      Pemerintah dan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk menjamin agar pasien mendapat pengobatan yang rasional.
d.      Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian obat, sedangkan pelaku usaha di bidang obat bertanggung jawab atas mutu obat sesuai dengan fungsi usahanya. Tugas pengawasan dan pengendalian yang menjadi tanggung jawab pemerintah dilakukan secara profesional, bertanggung jawab, independen dan transparan.
e.      Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi obat yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan. Pemerintah memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan pengobatan.
2.     Strategi
a.    Ketersediaan, Pemerataan dan Keterjangkauan Obat Esensial
Akses obat esensial bagi masyarakat secara garis besar dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu penggunaan obat yang rasional, harga yang terjangkau, pendanaan yang berkelanjutan, dan sistem kesehatan serta sistem penyediaan obat yang dapat diandalkan. Berdasarkan pola pemikiran di atas ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial dicapai melalui strategi berikut :
d.      Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat . Pengawasan dan pengendalian obat mulai dari impor, produksi hingga ke tangan pasien, merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan. Untuk mencapai maksud tersebut dilakukan strategi sebagai berikut :
e.      Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan oba Pengawasan dan pengendalian obat mulai dari impor, produksi hingga ke tangan pasien, merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan. Untuk mencapai maksud tersebut dilakukan strategi sebagai berikut :






C.        POKOK-POKOK DAN LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN

1.     Sasaran Pembiayaan Obat :
Hal utama yang menjamin tersedianya obat esensial bagi masyarakat adalah terjaminnya pembiayaan yang memadai secara berkelanjutan. Penyediaan biaya yang memadai dari pemerintah sangat menentukan ketersediaan dan keterjangkauan obat esensial oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan obat semakin tidak terjangkau bila sarana pelayanan kesehatan sektor publik dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah. Salah satu upaya untuk menjamin pembiayaan obat bagi masyarakat, adalah bila semua anggota masyarakat dicakup oleh Sistem Jaminan Sosial Nasional.

2.     Langkah Kebijakan :
a.      Penetapan target pembiayaan obat sektor publik secara nasional (WHO menganjurkan alokasi sebesar minimal US $ 2 per kapita).
b.      Pengembangan mekanisme pemantauan pembiayaan obat sektor publik di daerah.
c.      Penyediaan anggaran obat untuk program kesehatan nasional.
d.      Penyediaan anggaran Pemerintah dalam pengadaan obat buffer stock nasional untuk kepentingan penanggulangan bencana, dan memenuhi kekurangan obat di kabupaten/kota.
e.      Penyediaan anggaran obat yang cukup yang dialokasikan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan dari sumber yang lain.
f.       Penerapan skema JKN ? dan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan lainnya harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna.
g.      Pembebanan retribusi yang mungkin dikenakan kepada pasien di Puskesmas harus dikembalikan sepenuhnya untuk pelayanan kesehatan termasuk untuk penyediaan obat.
h.     Penerimaan bantuan obat dari donor untuk menghadapai keadaan darurat, sifatnya hanya sebagai pelengkap. Mekanisme penerimaan obat bantuan harus mengikuti kaidah internasional maupun ketentuan dalam negeri.

D.        KETERSEDIAAN DAN PEMERATAAN OBAT

1.     Sasaran

Obat yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, terutama obat esensial senantiasa tersedia. Ketersediaan dan pemerataan peredaran obat, terutama obat esensial secara nasional harus dijamin oleh pemerintah. Kemandirian tidak mungkin dicapai dalam pasar yang mengglobal. Pemerintah perlu memberi kemudahan pada industri lokal yang layak teknis dan yang dapat menunjang perekomian nasional melalui berbagai upaya dan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Sementara itu efisiensi dan efektivitas sistem distribusi perlu ditingkatkan terus untuk menunjang ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat yang berkelanjutan. Sarana dan prasarana yang telah dikembangkan pada waktu yang lalu seperti Gudang Farmasi Kabupaten/Kota perlu direvitalisasi guna menunjang ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat.

2.    Langkah Kebijakan :
a.      Pemberian insentif kepada industri obat jadi dan bahan baku dalam negeri tanpa menyimpang dari dan dengan memanfaatkan peluang yang ada dalam perjanjian WTO.
b.      Peningkatan ekspor obat untuk mencapai skala produksi yang lebih ekonomis untuk menunjang perkembangan ekonomi nasional. Pemerintah mengupayakan pengakuan internasional atas sertifikasi nasional, serta memfasilitasi proses sertifikasi internasional.
c.      Peningkatan kerjasama regional, baik sektor publik maupun sektor swasta, dalam rangka perdagangan obat internasional untuk pengembangan produksi dalam negeri.
d.      Pengembangan dan produksi fitofarmaka dari sumber daya alam Indonesia sesuai dengan kriteria khasiat dan keamanan obat.
e.      Peningkatan efektivitas dan efisiensi distribusi obat melalui regulasi yang tepat untuk ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan peredaran obat.


f.       Peningkatan pelayanan kefarmasian melalui peningkatan profesionalisme tenaga farmasi sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku.
g.      Pemberian insentif untuk pelayanan obat di daerah terpencil.
h.     Pengembangan mekanisme pemantauan ketersediaan obat esensial dan langkah-langkah perbaikan.
i.       Ketersediaan obat sektor publik:
j.      Penyediaan obat dalam keadaan darurat
k.    Penyediaan obat di daerah terpencil, perbatasan, dan rawan bencana serta orphan drug diatur secara khusus oleh pemerintah.

E.        KETERJANGKAUAN
1.     Sasaran
Harga obat terutama obat esensial terjangkau oleh masyarakat. Upaya untuk keterjangkauan atau akses obat di upayakan dari dua arah, yaitu dari arah permintaan pasar dan dari arah pemasok. Dari arah permintaan diupayakan melalui penerapan Konsep Obat Esensial dan penggunaan obat generik. Penerapan Konsep Obat Esensial dan penggunaan obat generic dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain promosi penggunaan obat generik di setiap tingkat pelayanan kesehatan, pengaturan, pengelolaan obat di sektor publik.
Sementara itu penerapan skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat meningkatkan keterjangkauan obat, terutama obat esensial bagi masyarakat. Oleh karena itu penerapan JKN harus terus diupayakan semaksimal mungkin. Untuk mendapatkan harga yang lebih terjangkau di sektor publik, di lakukan melalui pengadaan dalam jumlah besar atau pengadaan bersama. Dari segi pasokan ditempuh berbagai upaya, antara lain dengan penyusunan kebijakan mengenai harga obat, terutama obat esensial dan pengembangan sistem informasi harga serta menghindarkan adanya monopoli. Oleh karena akses terhadap obat esensial merupakan salah satu hak asasi manusia, maka obat esensial selayaknya dibebaskan dari pajak dan bea masuk.



2.    Langkah Kebijakan :
a.    Peningkatan penerapan Konsep Obat Esensial dan Program Obat Generik:
b.    Pelaksanaan evaluasi harga secara periodik dalam rangka mengambil langkah kebijakan mengenai harga obat esensial dengan :
c.    Pemanfaatan pendekatan farmako-ekonomik di unit pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi.
d.    Melaksanakan lisensi wajib obat-obat yang sangat diperlukan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
e.    Pengembangan sistem informasi harga obat.
f.     Pengembangan sistem pengadaan obat sektor publik yang efektif dan efisien.
g.    Penghapusan pajak dan bea masuk untuk obat esensial.
h.    Pengaturan harga obat esensial untuk menjamin keterjangkauan harga obat.

F.        PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL
1.     Sasaran
Penggunaan obat dalam jenis, bentuk sediaan, dosis dan jumlah yang tepat dan disertai informasi yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan. Penggunaan obat yang rasional merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Pada umumnya penggunaan obat di sarana pelayanan kesehatan belum rasional. Untuk mengatasi permasalahan penggunaan obat yang tidak rasional perlu dilakukan pemantauan penggunaan obat agar dapat diketahui tipe ketidakrasionalan, besarnya permasalahan, penyebab penggunaan obat yang tidak rasional, agar dapat dipilih strategi yang tepat, efektif, dan layak untuk dilaksanakan.

Upaya penggunaan obat secara rasional harus dilaksanakan secara sistematis di semua tingkat pelayanan kesehatan dengan menggunakan strategi yang telah terbukti berhasil.



2.    Langkah Kebijakan :
a.    Penyusunan pedoman terapi standar berdasarkan bukti ilmiah terbaik yang di revisi secara berkala.
b.    Pemilihan obat dengan acuan utama DOEN.
c.    Pembentukan dan atau Pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi di rumah sakit.
d.    Pembelajaran farmakoterapi berbasis klinis dalam kurikulum S1 tenaga kesehatan.
e.    Pendidikan berkelanjutan sebagai persyaratan pemberian izin menjalankan kegiatan profesi.
f.     Pengawasan, audit dan umpan balik dalam penggunaan obat.


G.        PENGAWASAN OBAT
1.    Sasaran
-    Obat yang beredar harus memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu.
-    Masyarakat terhindar dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.
Pengawasan obat merupakan tugas yang kompleks yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan yaitu pemerintah, pengusaha dan masyarakat. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh lembaga pemerintah untuk melakukan pengawasan, antara lain adanya dasar hukum, sumber daya manusia dan sumber daya keuangan yang memadai, akses terhadap ahli, hubungan internasional, laboratorium pemeriksaan mutu yang terakreditasi, independen, dan transparan.
Sasaran pengawasan mencakup aspek keamanan, khasiat, dan mutu serta keabsahan obat dalam rangka melindungi masyarakat terhadap penyalahgunaan dan salah penggunaan obat sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan, informasi dan edukasi masyarakat yang harus ditangani secara lintas sektor dan lintas program.


2.    Langkah Kebijakan :
a.      Penilaian dan pendaftaran obat
b.      Penyusunan dan penerapan standar produk dan sistim mutu
c.      Perizinan dan sertifikasi sarana produksi dan distribusi
d.      Inspeksi sarana produksi dan sarana distribusi
e.      Pengujian mutu dengan laboratorium yang terakreditasi.
f.       Pemantauan promosi obat
g.      Surveilans dan vijilan paska pemasaran
h.     Penilaian kembali terhadap obat yang beredar.
i.       Peningkatan sarana dan prasarana pengawasan obat serta pengembangan tenaga dalam jumlah dan mutu sesuai dengan standar kompetensi.
j.        Pembentukan Pusat Informasi Obat di pusat dan daerah untuk intensifikasi penyebaran informasi obat.
k.      Peningkatan kerjasama regional maupun internasional
l.       Pengawasan obat palsu dan obat seludupan (tidak absah).
m.    Pengembangan peran serta masyarakat untuk melindungi dirinya sendiri dari obat yang tidak memenuhi syarat, obat palsu, dan obat ilegal melalui upaya komunikasi, informasi, dan edukasi.


H.        PEMANTAUAN DAN EVALUASI
1.     Sasaran
Menunjang penerapan KONAS melalui pembentukan mekanisme pemantauan dan evaluasi kinerja serta dampak kebijakan, guna mengetahui hambatan dan penetapan strategi yang efektif. Penerapan KONAS memerlukan pemantauan dan evaluasi secara berkala. Hal ini penting untuk melakukan antisipasi atau koreksi terhadap perubahan lingkungan dan perkembangan yang begitu kompleks dan cepat yang terjadi di masyarakat. Kegiatan pemantauan dan evaluasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari kegiatan pengembangan kebijakan. Dari pemantauan kebijakan akan dapat dilakukan koreksi yang dibutuhkan.


Sedangkan evaluasi kebijakan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan, melaporkan luaran (output), mengukur dampak (outcome), mengevaluasi pengaruh (impact) pada kelompok sasaran, memberikan rekomendasi dan penyempurnaan kebijakan.

2.    Langkah Kebijakan
a.    Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala, paling lama setiap 5 tahun.
b.    Pelaksanaan dan indikator pemantauan mengikuti pedoman WHO dan dapat bekerjasama dengan WHO atau pihak lain untuk membandingkan hasilnya dengan negara lain.
c.    Pemanfaatan hasil pemantauan dan evaluasi untuk :
-   Tindak lanjut berupa penyesuaian kebijakan, baik penyesuaian pilihan kebijakan maupun penetapan prioritas.
-   Negosiasi dengan instansi terkait.
-   Bahan pembahasan dengan berbagai badan internasional maupun donor luar negeri.

















BAB III
PENUTUP

A.        KESIMPULAN

1.         Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu dikelola dengan baik, efektif dan efisien.
2.         Tugas Gudang Farmasi di Kabupaten / Kodya Yaitu melaksanakan pengelolaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam rangka pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan kesehatan masyarakat di Kabupaten/ Kota madya
3.         Ruang Lingkup Pengelolaan Obat di Kabupaten atau Dati II Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek perencanaan pengadaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusiaan dan penggunaan obat
4.         Penggunaan obat yang rasional merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik


B.     SARAN

Jika ada kesalahan dan kekeliruan pada makalah ini maka kami  mohon kritik maupun saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi kesempurnaan kedepannya.










DAFTAR PUSTAKA


Guyon, A.B., Barman, A., Ahmed, J.U., Ahmed, A.U., Alam, M.S., 1994, A Baseline Survey on Use of Drugs at the Primary Health Care Level in Bangladesh, Bulletin of the World Health Organization, 72 (2): 265-271

Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan


http://www.scribd.com/doc/73734343/06protap-Pengelolaan-Obat-Di-Gudang-Obat




2 komentar:

  1. tolong dimasukkan bagan obat yang dilaksanakn oleh GFK

    BalasHapus
  2. Terimakasih kak Artikel  Distribusi nya sangat membantu dan mudah dipahami


    Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Distribusi obat dilakukan agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan serta mempertahankan tingkat persediaan obat.

    BalasHapus