MAKALAH MANAJEMEN
LOGISTIK
PENGADAAN OBAT DI GUDANG FARMASI
DINAS KESEHATAN
Disusun
Oleh :
Nama : Dahyar Masuku
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin
Makassar
2012
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh
Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat hidayah
dan karunia-Nya, kepada saya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ PENGADAAN
OBAT DI GUDANG FARMASI DINAS KESEHATAN ” dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
Saya menyadari bahwa di dalam proses penulisan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, saya telah berupaya dengan
segala kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki sehingga dapat selesai dengan
baik, dan oleh karena itu dengan rendah hati, saya berharap kepada pembaca yang
budiman untuk memberikan masukan, saran dan kiritik yang sifatnya membangun
guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Makassar, 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul ............................................................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................................ ii
Daftar Isi ......................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ................................................................................................... 1
B. Permasalahan
................................................................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan ............................................................................................ 3
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pembagian
tugas dan
fungsi Gudang Farmasi
....................................... 4
B. Landasan
kebijakan dan strategi ............................................................. 7
C. Pokok-pokok dan langkah-langkah
kebijakan ......................................... 9
D. Ketersediaan dan pemerataan obat ........................................................ 10
E. Keterjangkauan ....................................................................................... 11
F. Penggunaan obat yang rasional ............................................................ 12
G. Pengawasan
obat .................................................................................. 13
H. Pemantauan dan evaluasi ...................................................................... 14
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan
.............................................................................................................. .
16
Saran
.......................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... . 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Obat merupakan
salah satu komponen penting dan barang yang tidak tergantikan dalam pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu dikelola dengan baik, efektif dan
efisien. Tujuan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan adalah untuk menjamin
ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dengan jenis dan jumlah yang
cukup, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Oleh karena itu,
pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota memegang peranan
yang sangat penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan
obat untuk pelayanan kesehatan dasar.
Dengan
diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut
tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota. Untuk Kabupaten/Kota yang masih
mempertahankan Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) dengan segala implikasinya,
minimal pengelolaan obat berjalan sebagaimana semula. Dalam artian
ada penanggung jawab, personal terlatih, sistem pengelolaan
obat dan juga sarana baik gedung, compute maupun kendaraan roda empat. Berbeda
dengan Kabupaten/Kota yang melikuidasi Gudang Farmasi, kemungkinan pengelolaan
obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif besar, karena personal terlatih di pindah tugaskan atau sarana
diubah peruntukannya. Demikian pula halnya dengan mekanisme pengelolaan obat
yang telah dibina
bertahun-tahun dirubah tidak
sesuai dengan standar yang berlaku. Selain kemungkinan tersebut, ada alternatif
lain yang bahkan menjadi lebih baik seperti : bila semula ada UPTD Farmasi
dan Gudang Farmasi
dijadikan satu wadah,
sarana (gedung dsb), personal dan mekanisme pengelolaan
obat, ada pelatihan lanjutan bagi petugas
terlatih dan sebagainya.
Adanya Otonomi daerah
membuka berbagai peluang terjadi perubahan yang sangat mendasar di
masing- masing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat.
Pada
era sentralisasi, jaminan mutu dilakukan oleh Badan POM sedangkan pada era desentralisasi
jaminan mutu menjadi tanggung jawab Balai POM. Penjaminan mutu oleh Balai
POM ditingkat kabupaten/kota belum sepenuhnya dilakukan. Monitoring dan
supervisi pengelolaan obat dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
Dinkes berperan ganda sebagai regulator dan operator pengelolaan obat sehingga
monitoringnya belum sepenuhnya dilakukan. Diskusi Pemaparan dari Prof. Iwan
memicu munculnya tanggapan dari peserta mengenaiseleksi obat
dan peningkatan branded drugs
Proses pengelolaan obat terdiri
dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pengadaan, penyimpanan,
tahap distribusi dan tahap penggunaan (Quick et al., 1997). Pengadaan obat
adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat. Tujuan
pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup
sesuai dengan kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada
saat yang diperlukan.
Untuk mencapai
tujuan tersebut, perencanaan yang merupakan salah satu fungsi dari pengelolaan
obat harus dilaksanakan sebaik mungkin sehingga obat yang telah direncanakan
sesuai dengan kebutuhan, tepat sasaran dan tepat guna. Untuk mendukung hal ini,
perencanaan obat secara terpadu antara obat untuk pelayanan kesehatan dasar
dengan obat program merupakan langkah yang harus dilakukan agar tidak terjadi
tumpang tindih dalam perencanaan dan pengadaan obat di sektor publik.
B.
PERMASALAHAN
Dari
penjelasan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pada
tugas ini adalah:
a.
Pembagian tugas dan fungsi Gudang Farmasi ?
b.
Landasan kebijakan dan strategi ?
c.
Pokok-pokok
dan langkah-langkah kebijakan ?
d.
Ketersediaan dan
pemerataan obat ?
e.
Keterjangkauan
?
f.
Penggunaan obat
yang rasional ?
g.
Pengawasan obat ?
h. Pemantauan dan evaluasi ?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui
Pembagian
tugas dan
fungsi Gudang Farmasi
2. Mengetahui
Landasan kebijakan dan strategi
3. Mengetahui
Pokok-pokok dan
langkah-langkah kebijakan
4. Mengetahui
Ketersediaan dan pemerataan obat
5. Mengetahui
Keterjangkauan obat
6. Mengetahui
Sasaran dan Kebijakan Penggunaan obat
yang rasional
7. Mengetahui
Sasaran dan Kebijakan Pengawasan obat
8. Mengetahui
Sasaran dan Kebijakan Pemantauan dan
evaluasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pembagian Tugas Dan Fungsi Gudang Farmasi
Keberadaan Gudang Farmasi di Kabupaten/Kota yang sifatnya
seragam di seluruh Indonesia
pada dasarnya untuk menjamin
pengelolaan obat publik dan
perbekalan
kesehatan
khususnya dipelayanan kesehatan dasar, dapat
menjamin
ketersediaan
obat dan aksesibilitas publik terhadap obat.
Akan
tetapi
organisasi
yang
seragam
mungkin
di
era
otonomi daerah dianggap tidak
cocok
lagi
mengingat
masing-masing
daerah mempunyai kebutuhan
lokal spesifik yang berbeda
antara satu Kabupaten/Kota dengan
yang lainnya. Sehingga
perubahan organisasi
pengelolaan obat banyak dilakukan oleh masing-masing Kabupaten/Kota maupun Provinsi.
Kebutuhan dimaksud
misalnya
adalah
pengelolaan
obat
publik
tidak
hanya mencakup pelayanan kesehatan
dasar
tetapi
termasuk
juga
pelayanan rujukan. Disisi lain ada keterbatasan
tenaga apoteker terlatih, sementara ada keinginan terciptanya pengelolaan obat yg efektif dan efisien. Maka pengembangan organisasi
membutuhkan cukup banyak apoteker dan asisten
apoteker.
Ditempat lain mungkin keberadaan Gudang Farmasi
sudah dianggap memadai
untuk mengelola obat publik
dan perbekalan kesehatan yang ada di wilayahnya.
Tugas Gudang Farmasi di
Kabupaten / Kodya Yaitu melaksanakan pengelolaan,
penerimaan,
penyimpanan
dan pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan kesehatan,pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan
kesehatan masyarakat di Kabupaten/ Kota madya sesuai dengan petunjuk
Kakandepkes Kabupaten/Kodya.
1. Fungsi Gudang Farmasi di Kabupaten/ Kodya:
a. Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian obat, alat
kesehatan dan perbekalan farmasi.
b. Melakukan penyiapan,penyusunan rencana,pencatatan
dan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan obat,alat kesehatan dan
perbekalan farmasi.
c. Melakukan pengamatan mutu dan khasiat obat secara
umum baik yang ada dalam persedian maupun yang didistribusikan.
d. Melakukan urusan tata usaha keuangan kepegawaian
dan urusan dalam. GFK merupakan titik sentral pengelolaan obat di Daerah
tingkat II. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisien pengelolaan obat
diperlukan adanya koordinasi dengan unit-unit yang terkait langsung antara lain
Pemda Dati II,Dinas Kesehatan Dati II,Kandep Trans,PHB Cabang.
2. Manfaat
Ruang Lingkup Pengelolaan Obat di
Kabupaten atau Dati II Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
meliputi aspek perencanaan pengadaan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusiaan dan penggunaan obat. Aspek Pengelolaan Obat meliputi:
a. Perencanaan Pengadaan : meliputi kegiatan penentuan
jenis perhitungan dan penetapan jumlah untuk setiap jenis obat yang akan
disediakan dengan metode perhitungan yang akan telah ditetapkan.
b. Pengadaan : meliputi perencanaan pengadaan,
pelaksanaan pembelian,pemantauan status pesanan, pemeriksaan penerimaan dan
pemeliharaan mutu obat.
c. Distribusi : meliputi kegiatan pengendaliaan
persediaan, penyimpanan, pengeluaran dan pengiriman obat.
d. Penggunaan : meliputi peresepan, dispesing dan
penerimaan pasien. Proses perencanaan pengadaan obat di Kabupaten/Kodya diawali
di tingkat Puskesmas dengan menyiapkan dan menyediakan data yang diperlukan dan
selanjutnya dikompilasi menjadi data Kab/Kodya dengan teknik perhitungan yang
telah ditentukan.
3. Dokumen-dokumen/ Formulir yang harus ada di Gudang
Farmasi saat terjadi pengelolaan obat di Dati II sebagai berikut:
a. Dokumen pada saat perencanaan pengadaan obat.
-
Formulir I :Kartu kompilasi
pemakaian obat
-
Formulir II :Data 10 Penyakit
terbesar
-
Formulir III :Lembar kerja
perencanaan pengadaan obat
-
Formulir IV :Penyesuaian rencana
pengadaan obat (untuk semua sumber anggaran)
b. Dokumen pada saat pengadaan barang.
-
Formulir V :Berita acara
pemeriksaan penerimaan obat.
-
Formulir Va :Lampiran berita
acara pemeriksaan penerimaan obat.
-
Formulir VI :Buku harian
penerimaan obat.
-
Formulir VII :Formulir realisasi
pengadaan obat.
c. Dokumen pada saat penyimpanan barang.
-
Formulir VIII :Kartu stok
-
Formulir IX :Kartu stok indukd.
Dokumen pada saat distribusi obat.
-
Formulir X :Kartu rencana
distribusi
-
Formulir XI :Buku harian
pengeluaran obat
-
Formulir XII :Lembaran pemakaian
dan lembar permintaan obat (LPLPO)
-
Formulir XIII :Form surat kiriman
obate. Dokumen pada saat pencatatan dan pelaporan.
-
Formulir XIV :Laporan mutasi obat
-
Formulir XV :Laporan kegiatan
distribusi
-
Formulir XVI :Berita acara
pencacahan akhir tahun anggaran
-
Formulir XVIa :Laporan pencacahan
obat akhir tahun anggaran
-
Formulir XVII :Berita acara
pemeriksaan/penelitian obat untuk dihapus
-
Formulir XVIIa : Lampiran laporan berita acara
pemeriksaan / penelitian obat untuk dihapus.
4. Tata cara Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi di
Gudang Farmasi Kabupaten. Tahapan Kegiatan Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi
di Gudang Farmasi Kabupaten meliputi:
a. Perencanaan
b. Pengadaan
c. Penyimpanan
d. Distribusi
e. Pencatatan
f. Penggunaan
g. Penghapusan obat
(Manajemen farmasi kelas XII
edisi 2009) Pengelolaan obat di gudang farmasi di tingkat kabupaten kota dilakukan sebagai berikut:
1. Melakukan penerimaan,penyimpaan,pemeliharaan,dan
pendistribusikan obat,alat kesehatan dan perbekalan farmasi
2. Melakukan penyimpanan,penyusunan,rencana pencatatan
dan pelaporan mengenai mengenai persediaan dan penggunaan obat,alat kesehatan
dan perbekalan farmasi.
3. Melakukan pengamatan terhadap mutu dan khasiat obat
secara umum dan baik yang ada dalam persediaan maupun yang akan didistribusikan.d.
Melakukan urusan tata usaha,keuangan,kepegawaian dan urusan dalam.
(undang-undang kesehatan jilid 1kelas 1)
B.
LANDASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI
1.
Landasan Kebijakan
Untuk mencapai tujuan KONAS
ditetapkan landasan kebijakan yang merupakan penjabaran dari prinsip dasar SKN,
yaitu :
a. Obat harus diperlakukan sebagai komponen yang tidak
tergantikan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Dalam kaitan ini aspek
teknologi dan ekonomi harus diselaraskan dengan aspek sosial dan
ekonomi.
b. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan,
keterjangkauan dan pemerataan obat esensial yang dibutuhkan masyarakat.
c. Pemerintah dan sarana pelayanan kesehatan
bertanggung jawab untuk menjamin agar pasien mendapat pengobatan yang rasional.
d. Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengawasan dan
pengendalian obat, sedangkan pelaku usaha di bidang obat bertanggung jawab atas
mutu obat sesuai dengan fungsi usahanya. Tugas pengawasan dan pengendalian yang
menjadi tanggung jawab pemerintah dilakukan secara profesional, bertanggung
jawab, independen dan transparan.
e. Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi obat
yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan. Pemerintah
memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan pengobatan.
2. Strategi
a. Ketersediaan, Pemerataan dan
Keterjangkauan Obat Esensial
Akses obat esensial
bagi masyarakat secara garis besar dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu
penggunaan obat yang rasional, harga yang terjangkau, pendanaan yang
berkelanjutan, dan sistem kesehatan serta sistem penyediaan obat yang dapat
diandalkan. Berdasarkan pola
pemikiran di atas ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial
dicapai melalui strategi berikut :
d. Jaminan keamanan, khasiat dan
mutu obat beredar, serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat . Pengawasan dan pengendalian obat
mulai dari impor, produksi hingga ke tangan pasien, merupakan kegiatan yang
tidak terpisahkan. Untuk mencapai maksud tersebut dilakukan strategi sebagai
berikut :
e. Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar,
serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan oba Pengawasan dan pengendalian obat mulai dari impor, produksi hingga ke
tangan pasien, merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan. Untuk mencapai maksud
tersebut dilakukan strategi sebagai berikut :
C.
POKOK-POKOK DAN
LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN
1.
Sasaran Pembiayaan Obat :
Hal utama yang
menjamin tersedianya obat esensial bagi masyarakat adalah terjaminnya pembiayaan yang
memadai secara berkelanjutan. Penyediaan biaya yang memadai dari pemerintah sangat
menentukan ketersediaan dan
keterjangkauan obat esensial oleh
masyarakat.
Pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan obat semakin tidak terjangkau bila sarana pelayanan kesehatan sektor publik dijadikan
sebagai sumber
pendapatan daerah. Salah satu upaya untuk menjamin pembiayaan obat
bagi masyarakat, adalah
bila semua anggota masyarakat
dicakup oleh Sistem Jaminan Sosial Nasional.
2.
Langkah Kebijakan :
a.
Penetapan target
pembiayaan obat sektor publik secara nasional (WHO menganjurkan alokasi sebesar minimal US $ 2 per
kapita).
b.
Pengembangan
mekanisme pemantauan pembiayaan obat sektor publik di daerah.
c.
Penyediaan anggaran
obat untuk program kesehatan nasional.
d.
Penyediaan anggaran
Pemerintah dalam pengadaan obat buffer stock nasional untuk kepentingan penanggulangan bencana,
dan memenuhi
kekurangan obat di
kabupaten/kota.
e.
Penyediaan anggaran
obat yang cukup yang dialokasikan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan dari sumber yang lain.
f.
Penerapan skema JKN ?
dan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan lainnya harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan
paripurna.
g.
Pembebanan retribusi
yang mungkin dikenakan kepada pasien di Puskesmas harus dikembalikan sepenuhnya untuk
pelayanan kesehatan
termasuk untuk penyediaan obat.
h.
Penerimaan bantuan
obat dari donor untuk menghadapai keadaan darurat, sifatnya hanya sebagai pelengkap. Mekanisme penerimaan obat bantuan harus mengikuti kaidah internasional maupun ketentuan dalam negeri.
D.
KETERSEDIAAN DAN PEMERATAAN OBAT
1.
Sasaran
Obat
yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, terutama obat esensial senantiasa tersedia. Ketersediaan dan pemerataan peredaran obat,
terutama obat esensial secara nasional harus dijamin oleh
pemerintah. Kemandirian tidak mungkin dicapai dalam pasar yang mengglobal. Pemerintah
perlu memberi kemudahan pada industri lokal yang layak teknis dan yang dapat menunjang perekomian nasional
melalui berbagai upaya dan dengan memanfaatkan peluang yang
ada. Sementara itu efisiensi dan efektivitas sistem distribusi
perlu ditingkatkan terus untuk menunjang ketersediaan,
keterjangkauan dan pemerataan obat yang berkelanjutan. Sarana dan prasarana yang telah dikembangkan pada waktu yang lalu seperti Gudang Farmasi Kabupaten/Kota
perlu direvitalisasi guna menunjang ketersediaan,
keterjangkauan dan pemerataan obat.
2. Langkah Kebijakan :
a. Pemberian insentif kepada industri obat jadi dan
bahan baku dalam negeri tanpa menyimpang dari dan dengan memanfaatkan
peluang yang ada dalam perjanjian WTO.
b. Peningkatan ekspor obat untuk mencapai skala
produksi yang lebih ekonomis untuk menunjang perkembangan ekonomi
nasional. Pemerintah mengupayakan pengakuan internasional atas
sertifikasi nasional, serta memfasilitasi proses sertifikasi internasional.
c. Peningkatan kerjasama regional, baik sektor publik
maupun sektor swasta, dalam rangka perdagangan obat internasional untuk
pengembangan produksi dalam negeri.
d. Pengembangan dan produksi fitofarmaka dari sumber
daya alam Indonesia sesuai dengan kriteria khasiat dan keamanan obat.
e. Peningkatan efektivitas dan efisiensi distribusi
obat melalui regulasi yang tepat untuk ketersediaan, keterjangkauan dan
pemerataan peredaran obat.
f. Peningkatan pelayanan kefarmasian melalui
peningkatan profesionalisme tenaga farmasi sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku.
g. Pemberian insentif untuk pelayanan obat di daerah
terpencil.
h. Pengembangan mekanisme pemantauan ketersediaan obat
esensial dan langkah-langkah perbaikan.
i. Ketersediaan obat sektor publik:
j. Penyediaan obat dalam keadaan
darurat
k. Penyediaan obat di daerah
terpencil, perbatasan, dan rawan bencana serta orphan drug diatur secara
khusus oleh pemerintah.
E.
KETERJANGKAUAN
1.
Sasaran
Harga obat terutama obat esensial terjangkau oleh masyarakat. Upaya untuk keterjangkauan atau akses obat di upayakan
dari dua arah, yaitu dari arah permintaan
pasar dan dari arah pemasok. Dari arah permintaan diupayakan melalui penerapan Konsep Obat Esensial
dan penggunaan obat generik. Penerapan
Konsep Obat Esensial dan penggunaan obat generic dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain
promosi penggunaan obat generik di setiap
tingkat pelayanan kesehatan, pengaturan, pengelolaan obat di sektor publik.
Sementara itu
penerapan skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat meningkatkan keterjangkauan obat, terutama obat
esensial bagi masyarakat. Oleh karena itu
penerapan JKN harus terus diupayakan semaksimal mungkin. Untuk mendapatkan harga yang lebih terjangkau di
sektor publik, di lakukan melalui pengadaan
dalam jumlah besar atau pengadaan bersama. Dari segi pasokan ditempuh berbagai upaya, antara
lain dengan penyusunan kebijakan mengenai
harga obat, terutama obat esensial dan pengembangan sistem informasi harga serta menghindarkan adanya
monopoli. Oleh karena akses
terhadap obat esensial merupakan salah satu hak asasi manusia, maka
obat esensial selayaknya dibebaskan dari pajak dan bea masuk.
2. Langkah Kebijakan :
a. Peningkatan
penerapan Konsep Obat Esensial dan Program Obat Generik:
b. Pelaksanaan
evaluasi harga secara periodik dalam rangka mengambil langkah kebijakan mengenai harga obat esensial dengan :
c. Pemanfaatan pendekatan farmako-ekonomik di unit
pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan efisiensi.
d. Melaksanakan lisensi wajib obat-obat yang sangat
diperlukan sesuai
dengan Undang-undang yang berlaku.
e. Pengembangan sistem informasi harga obat.
f. Pengembangan sistem pengadaan obat sektor publik
yang efektif dan
efisien.
g. Penghapusan pajak dan bea masuk untuk obat
esensial.
h. Pengaturan harga obat esensial untuk menjamin
keterjangkauan harga
obat.
F.
PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL
1.
Sasaran
Penggunaan
obat dalam jenis, bentuk sediaan, dosis dan jumlah yang tepat dan disertai informasi yang benar,
lengkap dan tidak menyesatkan. Penggunaan obat yang rasional
merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang baik. Pada umumnya penggunaan obat di sarana pelayanan kesehatan belum rasional. Untuk mengatasi permasalahan penggunaan obat yang
tidak rasional perlu dilakukan pemantauan penggunaan
obat agar dapat diketahui tipe ketidakrasionalan, besarnya permasalahan, penyebab penggunaan obat yang tidak rasional, agar dapat dipilih strategi yang tepat,
efektif, dan layak untuk dilaksanakan.
Upaya penggunaan obat secara rasional
harus dilaksanakan secara sistematis di semua
tingkat pelayanan kesehatan dengan menggunakan strategi yang telah terbukti berhasil.
2. Langkah Kebijakan :
a. Penyusunan pedoman terapi standar
berdasarkan bukti ilmiah terbaik yang di revisi secara berkala.
b. Pemilihan obat dengan acuan utama
DOEN.
c. Pembentukan dan atau Pemberdayaan
Komite Farmasi dan Terapi di rumah sakit.
d. Pembelajaran farmakoterapi
berbasis klinis dalam kurikulum S1 tenaga kesehatan.
e. Pendidikan berkelanjutan sebagai
persyaratan pemberian izin menjalankan kegiatan profesi.
f. Pengawasan, audit dan umpan balik
dalam penggunaan obat.
G.
PENGAWASAN OBAT
1. Sasaran
- Obat yang beredar harus memenuhi syarat keamanan,
khasiat, dan mutu.
- Masyarakat terhindar dari penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat.
Pengawasan obat merupakan tugas
yang kompleks yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan yaitu
pemerintah, pengusaha dan masyarakat. Ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh lembaga pemerintah untuk melakukan pengawasan, antara lain
adanya dasar hukum, sumber daya manusia dan sumber daya keuangan yang memadai,
akses terhadap ahli, hubungan internasional, laboratorium pemeriksaan
mutu yang terakreditasi, independen, dan transparan.
Sasaran pengawasan mencakup aspek
keamanan, khasiat, dan mutu serta keabsahan obat dalam rangka
melindungi masyarakat terhadap penyalahgunaan dan salah penggunaan obat sebagai
akibat dari kurangnya pengetahuan, informasi dan edukasi masyarakat yang
harus ditangani secara lintas sektor dan lintas program.
2. Langkah Kebijakan :
a.
Penilaian dan pendaftaran obat
b. Penyusunan dan penerapan standar produk dan sistim
mutu
c. Perizinan dan sertifikasi sarana produksi dan
distribusi
d. Inspeksi sarana produksi dan sarana distribusi
e. Pengujian mutu dengan laboratorium yang
terakreditasi.
f. Pemantauan promosi obat
g. Surveilans dan vijilan paska pemasaran
h. Penilaian kembali terhadap obat yang beredar.
i. Peningkatan sarana dan prasarana pengawasan obat
serta pengembangan tenaga dalam jumlah dan mutu sesuai
dengan standar kompetensi.
j.
Pembentukan Pusat Informasi Obat
di pusat dan daerah untuk intensifikasi penyebaran informasi obat.
k. Peningkatan kerjasama regional maupun internasional
l. Pengawasan obat palsu dan obat seludupan (tidak
absah).
m. Pengembangan peran serta masyarakat untuk
melindungi dirinya sendiri dari obat yang tidak memenuhi syarat, obat palsu,
dan obat ilegal melalui upaya komunikasi, informasi, dan edukasi.
H.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
1.
Sasaran
Menunjang
penerapan KONAS melalui pembentukan mekanisme pemantauan dan evaluasi kinerja serta dampak
kebijakan, guna mengetahui
hambatan dan penetapan strategi yang efektif. Penerapan KONAS memerlukan pemantauan dan evaluasi secara berkala. Hal ini penting untuk melakukan antisipasi atau
koreksi terhadap perubahan lingkungan dan perkembangan yang
begitu kompleks dan cepat yang terjadi di masyarakat. Kegiatan pemantauan dan evaluasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari kegiatan pengembangan kebijakan.
Dari pemantauan kebijakan akan dapat dilakukan
koreksi yang dibutuhkan.
Sedangkan evaluasi kebijakan
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan, melaporkan luaran (output), mengukur dampak (outcome), mengevaluasi pengaruh (impact) pada
kelompok sasaran, memberikan rekomendasi dan
penyempurnaan kebijakan.
2. Langkah Kebijakan
a. Pemantauan dan evaluasi dilakukan
secara berkala, paling lama setiap 5 tahun.
b. Pelaksanaan dan indikator
pemantauan mengikuti pedoman WHO dan dapat bekerjasama dengan WHO atau
pihak lain untuk membandingkan hasilnya dengan negara lain.
c. Pemanfaatan hasil pemantauan dan evaluasi
untuk :
- Tindak lanjut berupa penyesuaian
kebijakan, baik penyesuaian pilihan kebijakan maupun penetapan
prioritas.
- Negosiasi dengan instansi
terkait.
- Bahan pembahasan dengan berbagai
badan internasional maupun donor luar negeri.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Obat merupakan salah satu komponen penting
dan barang yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu,
obat perlu dikelola dengan baik, efektif dan efisien.
2.
Tugas Gudang Farmasi di Kabupaten
/
Kodya Yaitu melaksanakan pengelolaan, penerimaan,
penyimpanan
dan pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan
kesehatan masyarakat di Kabupaten/ Kota madya
3.
Ruang Lingkup Pengelolaan Obat di Kabupaten
atau Dati II Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
aspek perencanaan pengadaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusiaan dan
penggunaan obat
4.
Penggunaan obat yang rasional merupakan salah
satu langkah untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang baik
B.
SARAN
Jika ada
kesalahan dan kekeliruan pada makalah ini maka kami mohon kritik maupun saran yang sifatnya
membangun dari pembaca demi kesempurnaan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Guyon,
A.B., Barman, A., Ahmed, J.U., Ahmed, A.U., Alam, M.S., 1994, A Baseline Survey
on Use of Drugs at the Primary Health Care Level in Bangladesh, Bulletin of
the World Health Organization, 72 (2): 265-271
Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan
Kesehatan
http://www.scribd.com/doc/73734343/06protap-Pengelolaan-Obat-Di-Gudang-Obat
tolong dimasukkan bagan obat yang dilaksanakn oleh GFK
BalasHapusTerimakasih kak Artikel Distribusi nya sangat membantu dan mudah dipahami
BalasHapusDistribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Distribusi obat dilakukan agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan serta mempertahankan tingkat persediaan obat.